Analisis Relativitas Keadilan (Bag 1) – Prolog



Bagaimanakah konsep keadilan yang telah dipahami saat ini dapat diterapkan dalam kehidupan sosial – masyarakat, sementara kelas masyarakat bawah, menengah, dan masyarakat kelas atas memiliki porsinya masing-masing dalam penerapan konsep keadilan. Apakah konsep keadilan yang dipahami, sudah ideal dalam penerapannya di masyarakat?




Era modern saat ini banyak tercipta alat-alat canggih yang memberi manfaat dan kemudahan untuk menyelesaikan pekerjaan umat manusia, terbukti dengan banyaknya alat-alat cangih yang diproduksi dari hasil perubahan zaman. Hal tersebut menuntut manusia untuk berselancar di atas arus perubahan zaman. Tantangan zaman yang dihadapi manusia hari ini, jelaslah berbeda dengan tantangan yang dihadapi manusia zaman terdahulu, ataupun dengan manusia masa depan setelah kita. Lantas adakah sesuatu hal yang tidak tergerus oleh zaman? Baik sebagai individu atau kelompok, sebagian kebutuhan manusia bersifat tetap dan permanen, Sebagian lainnya tidak tetap dan berubah-ubah. Dari penjelasan tersebut kita dapat melihat bahwa terdapat dua golongan yang berbeda pendapat. Pertama adalah golongan yang tidak meyakini bahwa zaman tidak akan berubah. Mereka memandang bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia bersifat tidak berubah. Kemudian golongan yang kedua, memandang bahwa bahwa semua hal, tanpa pengecualian pasti berubah.
Hand with Reflecting Sphere, 1935 , M. C. Escher, Sumber: Gallery.ca
Berkaitan dengan dua golongan diatas apabila dikaitkan dalam konsep keadilan, Muncul pertanyaan, apakah keadilan dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman atau tidak sama sekali? Terdapat dua hipotesis yang akan dipaparkan berkaitan dengan hal tersebut. Hipotesis ini adalah relativitas akhlak dan relativitas keadilan. Akhlak berkaitan dengan keadaan manusia dan sistem yang mengatur semua naluri dalam dirinya. Sementara itu keadilan berkaitan dengan sistem sosial.[1] Relativitas akhlak berpendapat bahwa nilai akhlak dapat berubah-ubah dan tidak mungkin bertahan selamanya dalam arti, selama kehidupan manusia pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dapat dikatakan pula bahwa ajaran akhlak tidak sanggup terus bertahan dalam kehidupan manusia. Pernyataan tersebut berbanding lurus dengan pendapat golongan kedua bahwa semua hal tanpa terkecuali pasti akan mengalami perubahan. Kemudian pandangan yang berikutnya relativitas keadilan memandang bahwa keadilan bersifat relatif jadi tidak ada satupun ajaran yang mampu terus bertahan untuk selamanya.

Relativitas (nisbiyyah) / relatif adalah membandingkan sesuatu, sifat, atau keadaan yang lainnya.[2] Contohnya besar dan kecil adalah dua sifat yang relatif. Bagaimana menetukan besar dan kecil? Kadang apa yang dianggap oleh kita besar, bagi sebagian orang adalah kecil, dan bila bagi sebagian orang menganggap sesuatu berukuran kecil, tetapi bagi kita adalah besar. Seseorang dapat berpendapat bahwa anjing yang berukuran sebesar anak harimau adalah besar. Ada anjing yang berukuran sedang, apabila seekor anjing berusai 1 tahun barulah ia dikatakan anjing berukuran besar. Kemudian di suatu waktu seseorang memandang bahwa jerapah yang berukuran setara harimau dewasa adalah kecil. Kemudian bagaimana mungkin anak harimau berusia 1 bulan dapat berukuran lebih besar dibanding dengan harimau dewasa. Contoh lain berkenaan dengan perihal jarak. Jauh dan dekat bersifat relatif, jarak dari Jakarta ke Bandung dapat  dinilai jauh. Sedangkan bagi orang lain, misalnya yang berasal dari Amerika, Karena rutinitas pulang-pergi Amerika - Jakarta - Bandung, maka baginya jarak Jakarta - Bandung adalah dekat. Sebab itulah jarak bersifat relatif.

Kendatipun demikian, ada sebagian hal yang bersifat mutlak contohnya seperti bilangan dan ukuran. Misalkan 10 baju dan 10 celana, apakah dari bilangannya terdapat perbedaan? Tentu tidak, kedua bilangan tersebut sama jumlah dan kualitasnya. Bagaimana dengan perubahan bilangan dan ukuran terhadap pengaruh zaman? Sejak zaman dulu hingga kini angka 10 adalah bernilai sama. Kemudian perihal ukuran, misalnya tinggi seseorang adalah 180 cm, apakah akan berbeda dengan manusia zaman dulu yang tingginya juga 180 cm? Tentu tidak, ukuran akan tetap sama pada disetiap zaman. Dari pemaparan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa ada hal-hal yang dianggap bersifat relatif dan bersifat sebagai mutlak tiadak berubah. Termasuk dari sifatnya itu sendiri seperti sifat baik baik menurut orang belum tentu baik menurut kita, namun kita bersepakat bahwa ada sifat baik dan ada sifat buruk.

Keadilan mempunyai bentuk dan definisi khusus. Kita akan mengetahui dari definisi yang diberikan, apakah keadilan itu bersifat relatif atau mutlak. Pertama berangkat dari definisi keadailan yang berarti persamaan dan keasamaan pemaknaan. Didapat dari teori Rawls yang mengatakan bahwa keadilan berarti kesamaan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, tapi juga kesamaan dalam hak-hak, kemerdekaan dan kesempatan, serta kesamaan bagi dasar-dasar kehormatan diri.[3] Dari definisi ini kita memandang bahwa persamaan ialah hak hidup yang sama bagi setiap orang, hak mendapat makanan yang sama bagi setiap orang, kekayaan yang dimiki harus sama untuk setiap orang, rumah dan kendaraan mereka harus sama, kita mengambil kesimpulan bahwa segala yang dimiliki oleh setiap orang harus sama.

Keadilan dalam pengertian diatas merupakan kemustahilan dalam penerapannya, kita bisa saja membagi-bagi harta kekayaan berikut segala sesuatu yang menghasilkan kekayaan. Tapi itu hanya selesai sampai disana. Bagaimana dengan pembagian kekuasaan? Apakah semua bisa dibagi dengan rata? Kalaupun bisa, bagaimana konsep dan teknis pembagianya? Di negara komunis seperti Russia dan Cina, kita jumpai seorang Vladimir Putin dan Xi Jinping, yang sangat termahsyur dan termasuk pada jajaran orang terkaya diseluruh dunia. Akan tetapi rakyat tidak mungkin mendapatkan kedudukan yang sama. Artinya dapat dikatakan bahwa mereka tidak bisa membagi penghormatan ini secara sama rata diantara mereka. Mereka juga tidak mungkin membagi cinta mereka secara merata. Seperti anda yang sangat mencintai keluarga anda,  apakah kemudian tetangga anda akan melakukan hal yang sama untuk anda? Atau mungkinkah mereka bisa membagi anak diantara mereka secara merata? Tentu tidak.

Argumentasi di atas sangat terbuka untuk dikritisi lebih dalam. Dengan mengatakan bahwa keadilan dalam hal ini adalah keadilan dari sisi ekonomi atau sesuatu yang berkaitan dengan ekonomi, dimana hal tersebut masih dalam jangkauan indrawi manusia. Kalaupun misalnya seperti itu jelas tetap tidak adil karena kita tidak bisa menghakimi bahwa seluruh manusia mempunyai potensi dan kemampuan yang sama, dari segi pemikiran dan kapasitas pengetahuan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, lalu bagaimana dengan anak yang terlahir kembar? Hal itupun tidak bisa dihakimi sama. Apakah semua manusia diciptakan dengan perasaan dan emosi yang sama? Dengan kekuatan tubuh yang sama? Sebagian manusia cenderung terjun dalam bidang perdagangan, sebagian lainnya dalam bidang politik, sebagian laginya cenderung bergelut didunia pendidikan, dan ada juga didunia kesehatan. Anak kembar sekalipun belum tentu mempunyai kekuatan tubuh, perasaan dan emosional yang sama, kemungkinanya hanya sebatas pada ikatan batin keluarga saja. Dari kasus ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa semua manusia berbeda satu sama lain. Hasil dari pekerjaan setiap orangpun tidak sama. Artinya sebagian orang punya usaha lebih banyak dan sebagian orang punya usaha lebih sedikit. Di Indonesia tidak semua orang punya kecerdasan dan kemampuan seperti Gus dur, karena dapat dikatakan bahwa kecerdasan dan kemapuan kerja setiap orang tidak sama lalu apakah kita akan memberikan upah yang sama kepada mereka meskipun ada perbedaan diantara setiap individu?

Jika kita mengartikan keadilan sebagai persamaan dalam hal upah dan kenikmatan, maka hal tersebut tidak akan terjadi, yang demikian itu justru adalah suatu bentuk kezaliman dan sama sekali bukan keadilan.[4] Karena sejatinya watak setiap individu itu berbeda-beda dan tidak bisa disamakan secara keseluruan.

Dengan begitu, sekiranya kita ingin memaknai keadilan sebagai persamaan, sedangkan persamaan itu kita artikan sebagai kesamaan dalam kedudukan dan status sosial, maka jelas bahwa ini adalah pengertian yang salah. Namun kita bisa menafsirkan keadilan dengan makna lain keadilan tetap sebagai persamaan tapi pemaknaannya yang berbeda bahwa keadilan ialah memberikan hak kepada orang yang memang berhak menerimannya.

Bersambung..

Baca juga:



[1] Murtadha muthahhari, islam & tantangan zaman, cetakan 1 : oktober 2011 , penerbit : sadra press, hlm 254
[2] Ibid.
[3] Bur Rasuanto, Keadilan Sosial Pandangan Deontologis Rawls Dan Habermas Dua Teori Filsafat Politik Modern, peenrbit PT gramedia pustaka utama jakarta 2005, hlm 43
[4] Op Cit, hlm 259


Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Analisis Relativitas Keadilan (Bag 1) – Prolog"

Posting Komentar