Karl Popper - Relativisme Pengetahuan
Bagi
Popper, teori ilmiah akan selalu dan hanya bersifat hipotesis, tidak ada
kebenaran final. Tiap teori selalu terbuka untuk digantikan dengan teori yang
lebih tepat.
Karl Popper, Sumber: Students For Liberty |
A. Kelahiran
Memiliki
nama lengkap Sir Karl Raimund Popper, ia dilahirkan di Wina Austria pada
tanggal 28 Juli 1902,[1]
dari keluarga Yahudi Protestan. Dr. Simon Siegmund C. Popper, ayah Karl Popper
adalah seorang pengacara yang berminat pada ilmu filsafat, khususnya pada
problematika sosial. Perpustakaannya luas mencakup kumpulan karya-karya filsuf
besar mengenai problematika sosial. Dilihat dari latar belakang ayahnya
tersebut, sepertinya Karl Popper mewarisi minat ayahnya pada filsafat dan
problem sosial.[2]
Karl
Popper disebut sebagai filsuf terbesar abad ke 20 dalam bidang filsafat ilmu.[3]
Dengan gagasannya mengenai falsifikasi sebagai lawan dari verifikasionisme dan
induktivisme klasik dalam metode ilmiah.
B. Pendidikan
Latar
belakang pendidikan Popper cukup variatif juga terkesan avonturir,[4]
dan anti terhadap kemapanan. Diusianya yang ke 16 tahun, Karl Popper memilih
meninggalkan Realgumnasium yang merupakan sekolahnya, hal tersebut disebabkan karena
pelajaran yang diperoleh sangat membosankan. Ia juga menjadi pendengar bebas di
Universitas Wina hingga 4 tahun lamanya ia kemudian diterima menjadi mahasiswa
di Universitas Wina. Popper juga hanya memilih mata kuliah matematika dan
fisika teoritis. Menurutnya, dengan matematika maka ia akan mendapatkan
standar-standar kebenaran.[5]
Pada
usia 17 tahun, Karl Popper menganut komunisme. Namun tidak beberapa lama Popper
meninggalkan aliran politik ini sebab, ia berkeyakinan bahwa para pengikutnya
menerima begitu saja doktrinisme yang tidak kritis, semenjak itulah kemudian
Karl Popper menjadi anti Marxis hingga akhir hayatnya.[6] Pertemuannya
dengan paham Marxisme diakuinya sebagai salah satu peristiwa penting dalam
perkembangan intelektualitasnya.
Ditahun 1919, Karl Popper mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh Albert Einstein. Menurut Popper, apa yang dikerjakan Einstein memiliki pengaruh yang besar terhadap pemikirannya, bahkan dalam rentang waktu yang lama, pengaruh tersebut sangat berarti.[7] Pada suatu waktu, Popper mendengar ceramah Enstein di Wina, ia terpukau terhadap apa yang disampaikan oleh Enstein mengenai teorinya.[8]
Pada
tahun 1928, Karl Popper meraih gelar doktor Filsafat dengan desertasi tentang Zur Methodenfrage der Denkp Psychologei
(Persoalan Metode dalam Psikologi Pemikiran). Dan ditahun berikutnya Karl
Popper memperoleh gelar Diploma dalam bidang Matematika dan Ilmu pengetahuan
Alam.[9]
Tercatat
dalam sejarah, bahwa Karl Popper tidak perhan menjadi anggota dalam lingkaran
Wina. Namun demikian, Popper mengenal anggota lingkaran Wina yang bekerja pada
Universitas. Selain itu, beberapa diantara mereka memiliki hubungan khusus
dengan Popper, diantaranya adalah Viktor Kraft dan Herert Feigl. Pada masa
studinya, Popper belajar banyak dari seorang Profesor Psikologi Universitas
Wina bernama Karl Buhler. Teori Karl Buhler tentang tiga tingkatan bahasa yaitu
fungsi ekspresi, stimulasi dan deskriptif. Dikemudian hari ditambahkan oleh
Popper menjadi 4 tingkatan yaitu, fungsi argumentatif yang dianggap oleh Popper
adalah penting karena merupakan basis pemikiran kritis.[10]
Pada
saat di Institut Pedagogis, Karl Popper berjumpa dengan Profesor Heinrich
Gomperz yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh Popper untuk berdiskusi
persoalan psikologi pengetahuan atau disebut juga psikologi penemuan.[11]
Saat
perang dunia ke II berakhir, Karl Popper diangkat sebagai seorang dosen di London School of Economics, merupakan
sebuah lembaga institusi di bawah naungan Universitas London.
Tahun
1977, Popper banyak memberkan ceramah-ceramah dan kulaih tamu di Eropa,
Amerika, Jepang dan Austria. Secara pribadi Popper juga mengenali ahli-ahli
kimia modern yang besar namanya seperti Neil Bohr, Albert Einstein, dan Edwin
Scrodinger.[12]
C. Karya
Secara
Khusus, Karl Popper mengkritik pandangan mengenai noe-positivisme (Vienna Circle). Popper beranggapan bahwa
suatu teori umum dapat dirumuskan dan dibuktikan kebenarannya melalui prinsip
verifikasi. Bagi Popper, suatu teori tidaklah bersifat ilmiah jika hanya karena
dapat dibuktikan kebenarannya, melainkan harus dapat diuji kebenarannya. Pengujuan
tersebut harus dilakukan dengan percobaan-percobaan yang sistematis untuk
menyangkalnya.
Dalam
bukunya berjudul logika penelitian, berisi pandangan kritis Karl Popper
terhadap permasalahan induksi dalam ilmu pengetahuan yang menentang pendekatan-pendekatan
deduksi dalam aliran rasionalisme. Metode induksi Popper mengabaikan ide rasio
murni yang bersifat abstrak universal dan menekankan pada fakta-fakta empiris
yang bresifat partikular.[13]
Bagi
Popper, teori ilmiah akan selalu dan hanya bersifat hipotesis, tidak ada
kebenaran final. Tiap teori selalu terbuka untuk digantikan dengan teori yang
lebih tepat. Karena itulah Karl Popper lebih menyukai menggunakan istilah
hipotesa dengan dasar kesementaraannya.[14]
Popper
menerangkan bahwa Falsifikasi adalah metode untuk membedakan antara genuine science (Ilmu yang murni) dengan
pseudo science (Ilmu tiruan). Atas dasar
falsifikasi tersebut Popper mengatakan bahwa Science is revolution in permanence and criticism is the heart of the
science fic emerprise. Pemikirannya tersebut mengantarkannya menjadi
seorang epistemolog rasionalisme kritis dan empiris modern.
Pada
saat Karl Popper menjadi dosen di London
School of Economics, Popper mempersiapkan suatu buku yang menguraikan
perkembangan pemikirannya, diawali dengan buku The Logic of Scientific Discovery, diantara buku-buku yang diterbitkan
adalah Realism and Aim of Science:
Quantum Theory and the Schism in Physicsthe Open Sociaty and Its Enemy, dan
The Poverty of Historicism yang
memberi analisis dan kritik Popper terhadap pemikiran tiga tokoh filsafat
terkenal yaitu, Plato, Hegel, dan Karl Marx.[15]
D. Masa Akhir
Karl
Popper meninggal dunia diusia yang ke 92 tahun, pada tanggal 17 September 1994
di Croydon, London Selatan. Ia meninggal akibat penyakit komplikasi kanker yang
dideritanya. Menjelang kepergiannya, beberapa karya Popper diterbitkan dengan
bantuan kawannya. Buku yang penting dari masa terakhir Popper berjudul A World of Propensities tahun 1999,
dalam bukunya tersebut Karl Popper menguraikan pemikiran definitifnya mengenai
probabilitas dalam logika dan ilmu pengetahuan.[16]
[2]
Lihat Alfon Taryadi, Epistemologi
Pemecahan Masalah Menurut Karl R. Popper, Jakarta, Gramedia, 1991, hlm 1.
[3]
Ibid.
[4]
Avonturir adalah sebutan bagi orang yang suka melakukan petualangan, atau seorang
petualang.
[5]
Lihat M. Syamsul Huda, Karl Raimund
Popper: Problematika Neopostivistik dan Teori Kritis Falsifikasi, Pasca
Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2007, hlm 72.
[6]
Lihat K. Bertens, Filsafat Barat
Kontemporer Inggris – Jerman, Jakarta, Gramedia, hlm 72.
[7]
Lihat Alfon Taryadi, Epistemologi
Pemecahan Masalah Menurut Karl R. Popper, Jakarta, Gramedia, 1991, hlm 3.
[8]
Lihat M. Syamsul Huda, Karl Raimund
Popper: Problematika Neopostivistik dan Teori Kritis Falsifikasi, Pasca
Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2007, hlm 73.
[9]
Ibid.
[10]
Ibid.
[11]
Lihat Alfon Taryadi, Epistemologi
Pemecahan Masalah Menurut Karl R. Popper, Jakarta, Gramedia, 1991, hlm 4.
[12]
Op cit,hlm 74.
[13]
Lihat Sosio Epistemologi, Anggota
IKAPI, hlm 335
[14]
Lihat Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu:
Tentang Dunia Tiga, hlm 106.
[15]
Lihat M. Syamsul Huda, Karl Raimund
Popper: Problematika Neopostivistik dan Teori Kritis Falsifikasi, Pasca
Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2007, hlm 74
[16]
Lihat K. Berten, Filsafat Barat, hlm
76.
0 Response to "Karl Popper - Relativisme Pengetahuan"
Posting Komentar