Sosiologi Hukum (Bag 5) - Hukum, Kekerasan, dan Penganiayaan
Hukum memerangi kekerasan dengan menggunakan
kekerasan. Ironi tersebut menjadi aktual sehubungan dengan berkembangnya
persepsi-persepsi baru dalam pengajian-pengajian mengenai penggunaan kekerasan
dalam masyarakat. Orang kini mulai berbicara mengenai kekerasan yang bersifat
struktural.
Riot, Violance, Anarchy, Sumber : Pixabay |
Hukum mempunyai perkembangannya sendiri. Ia
mempunyai sejarah yang cukup panjang, sehubungan dengan itu konsep tentang
hukum mengalami perkembangan. Disamping sudah tentu perkembangan dari substansi
hukum itu sendiri.
Sikap hukum terhadap penganiayaan, sudah cukup
diketahui dengan jelas yaitu: menolak dan menghukumnya. Dalam tulisan ini,
sasaran pembahasan tidak ditujukan kepada masalah penganiayaan tersebut,
malainkan ditingkatkan sampai kepada bentuknya yang lebih umum, yaitu:
kekerasan dengan mempersalahkan hubungan antara hukum dan kekerasan
dimungkinkan untuk menjelajahi dimensi yang lebih luas.
Negara dan hukum sekarang ini bertolak dari suatu
mesyarakat yang heterogen sifatnya, hal ini tampak pada adanya
kelompok-kelompok dalam masyarakat, terutama yang bersifat ekonomi ini
menggarap sumberdaya dalam masyarakat. Bidang ekonomi ini menggarap
sunber-sumber daya dalam masyarakat yang kemudian didistribusikan kepada para
anggota masyarakat. Pada saat sejarah mencatat tidak adanya kekayaan yang
menonjol untuk dibagi-bagikan kepada angota-anggota masyarakat, maka pada waktu
itu masalah pembagian kekayaan tidak merupakan problem sosial.
Apabila hukum adalah kekerasan, maka kekerasan itu
dilakukan secara konkreet oleh alat perlengkapan hukum yang bernama polisi.
Oleh karena itu, polisi bisa disebut sebagai hukum yang berjalan. Keadaan unuk
yang dihadapi oleh polisi adalah disatu pihak ia merupakan perlengkapan dari
hukum dan oleh karena itu terikat kepada peraturan hukum, sedang dilain pihak
ia diminta untuk mendisiplinkan masyarakat dengan menggunakan kekerasan.
Batas-batas penggunaan kekerasan yang sah dan yang sudah melampauinya memang susah dan menjadi hal yang cukup sulit lagi, sebab dalam mengerjakan pekerjaannya, Polisi juga dihadapkan pada masalah discretionary power.
Polisi, kepolisian dan perpolisian memang merupakan
profesi yang sungguh unik dan kompleks. Diskresi sering dirumuskan sebagai “free to make choice among possible courses of action or inaction”
(Walker, 1992).
Pekerjaan polisi sering dilihat sebagai unsur dalam
sistem peradilan pidana (criminal justice
system), di antara unsur-unsur SPP, polisi adalah pembuat putusan. Polisi
adalah penegak hukum yang tugasnya menerapkan hukum pidana. Pendefinisian
tentang tugas polisi tersebut tidak dapat menggambarkan tugas polisi dengan
tepat.
Tugas polisi menjadi lebih rumit, pada waktu
dihadapka pada tigasnya sebagai pemelihara ketertiban. Disini polisi tidak
meiliki rujukan yang jelas seperti tugasnya sebagai penegak hukum. Ketertiban,
kepentingan umum, memang tidak mudah untuk dirumuskan secara pasti, melainkan
banyak ditentukan oleh keadaan sesaat.
Pada intinya diskresi adalah untuk mebuat hukum
lebih siap dan efektif menghadapi kejadian-kejadian yang muncul dalam
masyarakat.
Bersambung..
___________________________
Dirangkum
dari buku Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Esai-esai Terpilih.
0 Response to "Sosiologi Hukum (Bag 5) - Hukum, Kekerasan, dan Penganiayaan"
Posting Komentar