Filsafat dan Agama – Sepasang Kekasih yang Dihinakan.
Pandangan orang awam terhadap filsafat cenderung kepada
arah yang negatif. Hal tersebut dapat dimaklumi, sebab filsafat dapat juga
dikatakan sebagai sebuah metode berfikir secara kritis bahkan radikal dalam mencari
kebenaran sesuatu secara utuh dan mendalam. Sehingga tidak jarang kita mendengar
pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti, Apakah Benar Tuhan maha pencipta? Jika
benar Ia maha pencipta, sanggupkah Ia menciptakan Tuhan yang lebih hebat dari
dirinya? Pertanyaan filosofis lain yang sama sulitnya untuk dijawab adalah,
kapan anda akan menikah? Apakah jodoh itu? Bagaimana bentuk cinta? Dan lain
sebagainya. Filsafat menanyakan segala hal secara kritis ataupun radikal dalam
mencari kebenaran yang utuh. Maka tidaklah mengherankan jika filsafat disebut
sebagai Mother of Science (Ibunya
ilmu pengetahuan).
Jacques Louis David - The Death of Socrates. Sumber: en.wikipedia |
Agama dan filsafat sering kali dipisahkan, bahkan
dipertentangkan. Padahal diantara keduanya dapat diibaratkan seperti Romeo
dengan Juliet, Jasmine dengan Aladin, Tambo dengan Ara, atau Aku dengan Kamu.
Filsafat tanpa Agama adalah kekeringan semata, dan cenderung kepada
sekularistik, sedangkan Agama tanpa Filsafat akan kering terhadap pesan-pesan
kemanusiaan. Agama hadir adalah untuk mengatur dimensi sosial dan kemanusiaan
di dunia ini.
Pertentangan yang ada mungkin didasari oleh hal-hal
seperti anggapan bahwa agama memiliki ajaran yang absolut yang diwahyukan
oleh Tuhan, sedang ilmu pengetahuan banyak bergantung kepada pemikiran manusia.
Pada abad pertenganhan di Barat terjadi pertentangan keras antara Agama dan
Filsafat. Hal serupa juga ditemui di Timur pada abad ke-13 dan ke-20. Karena
pertentangan inilah di Eropa barat kemudian berkembang sains dan filsafat yang
sekuler sebagaimana filsafat dan sains yang berkembang di Yunani pada zaman klasik.
Filsafat erat kaitannya dengan sikap yang tenang
dan dingin. Apabila seorang filsuf bertemu dengan penganut aliran ataupun paham
lain, umumnya bersifat lunak. Namun demikian pemikiran dalam sikap yang tenang
itu selalu berkecamuk dan mengeruhkan pemikiran pemeluknya sendiri maupun orang
lain dengan tujuan mencari kelemahan pendrian serta argumen lawan atau diri
sendiri sehingga mencapai kepada kebenaran yang utuh dan mendalam.
Agama menuntut pengetahuan kita untuk beribadah,
utamanya adalah hubungan manusia dengan Tuhannya. Agama dapat digambarkan
sebagai rasa cinta seseorang. Agama erat kaitannya dengan hati yang memiliki
efek menenangkan jiwa pemeluknya. Agama dan filsafat merupakan sepasang
kekasih.
Etika seringkali dikatakan tidak termasuk dalam
wilayah ilmu dan teknologi yang bersifat otonom, namun tidak dapat disangkali,
ia memiliki peran dalam perbinacangan ilmu dan teknologi. Dimensi etis
diperlukan oleh ilmu pengetahuan sebagai pertimbangan yang tekadang memiliki
pengaruh pada perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Hal ini merupakan
keharusan untuk memperhatikan keseimbangan ekosistem, kepentingan umum,
kepentingan generasi mendatang, kodrat manusia, dan martabat manusia yang
bersifat universal.
Tidak ada pertentangan diantara keduanya, ilmu
pengetahuan memberikan udara segar sehingga hati menjadi mantap dalam
pendiriannya. Kemantapan inilah yang membuat kita tidak secara bodoh dan
tersesat oleh tiruan tanpa pengertian. Pada titik potensialnya, kita dapat
mencapai kebenaran secara utuh.
0 Response to "Filsafat dan Agama – Sepasang Kekasih yang Dihinakan."
Posting Komentar