Mir Damad, Mistisme Guru Ketiga: Perdamaian Filsafat Dan Agama
Ia mampu mendayagunakan kemampuannya untuk menyatukan filsafat dengan kalangan umum dan penguasa politik melalui karyanya yang besar tentang penciptaan”
Sumber: andinaita |
Oleh: Tri Septiani
Pangeran
terpelajar itu bernama Mir Burhan al-Din Muhammad Baqir Damad, guru ketiga (al-mu’allim ats-tsalits) setelah
Aristoteles dan Al-Farabi, juga dikenal dengan sebutan Sayyid al-Afadil, Dilahirkan di Astrabad, dan besar di Mashdad,
yang merupakan kota pusat pengajaran di Iran.[1]
Selain disebut sebagai guru ketiga, Mir Damad juga mendapat gelar sebagai Sayyid al-Afadil (Pemimpin orang-orang
tercerahkan).
Semenjak kecil,
beliau merupakan orang yang konsen terhadap ilmu pengetahuan, hingga menjelang
dewasa rasa dahaga terhadap ilmu pengetahuan semakin menjadi. Hal tersebut
memaksa ia memutuskan untuk berkelana hingga ke wilayah Isfahan, yang saat itu dikuasai
oleh Syah Abbas, penguasa paling terkenal dari Dinasti Safawiyah Kekaisaran
Persia.[2]
Isfahan
merupakan kota awal mulanya pendidikan Mir Damad dewasa. Namun tidak begitu
lama ia menimba ilmu di kota tersebut dan kemudian melanjutkan ke kota Mashdad.
Guru Mir Damad, terutama dalam bidang aqliyyah,
adalah Mujtahid Syaikh Abdul ‘Ali ibn ‘Ali dan Syaikh Izuddin Husain ibn Abd
Samad. Mir Damad dikenal pemikirannya yang bercorak Aristotelian.[3]
Seorang filsuf,
mistikus, teolog, dan pujangga yang juga dikenal sebagai pendiri Mazhab Isfahan
dalam filsafat. Isfahan adalah nama sebuah kota yang teletak sekitar 340 km
selatan Teheran.[4]
Mazhab Isfahan sendiri merupakan sebuah gerakan intelektual yang berupaya
mengadakan sintesa diantara aneka wacana intelektual Islam, yaitu kalam,
falsafah, dan tasawuf. Peran utama Mir Damad dalam upaya mengadakan sintesa
antar wacana intelektual Islam yaitu dengan mendirikan yayasan khusus yang
menanganinya dengan sebutan mazhab Isfahan (The
School of Isfahan) yang kemudian dilanjutkan oleh Mulla Shadra hingga
mengalami puncaknya melalui sebuah sistem filsafat yang disebut dengan Hikmah Muta’aliyah fi Asfar al-Aqqliyyah al-
Arba’ah.[5] Dalam
berbagai karya Mir Damad, banyak ilmuwan baik pada masanya juga setelahnya
berpendapat bahwa, tulisan Mir Damad sangat komprehensif.
Tepatnya pada
masa pra dinasti Safawi-awal, mazhab ini dikembangkan oleh Jalaluddin Davani,
namun belum secara resmi mazhab Isfahan
dipublikasikan, karena pada masa ini adalah masa yang kurang kondusif dengan
adanya peralihan kekuasaan.[6]
Pada masa setelah dinasti Safawi berdiri, mazhab isfahan mulai berkembang yang ditokohi oleh Mir Damad.[7]
Mir Damad adalah
figur yang secara benar mengajar filsafat Ibnu Sina yang ia artikulasikan ke
dalam sistem filsafat iluminasi.[8]
Mir Damad lebih dikenal sebagai seorang
filosof dan sufi yang menggabungkan pemahaman Aristoteles serta Neoplatonis
dalam sebuah pandangan sufistik yang diadopsi dari pemikir-pemikir Islam
sebelumnya. Mir Damad merupakan filosof yang meletakkan dasar-dasar bagi Mazhab
Isfahan yang berkembang pada masa-masa setelahnya.
Mengenai mistisme,
konon Mir Damad juga dikenal sebagai filsuf gnosis (kalangan yang sering
mengasingkan diri). Ia selalu berpendapat bahwa aktifitas pikiran akan membawa
seseorang merasakan perjalanan spiritual.
Pada masa Mir
Damad, terjadi pergesekan antara kaum filsuf dan masyarakat umum, keadaan
menjadi semakin buruk ketika para penentang terhadap filsafat kala itu juga
terdapat dari kalangan penguasa, situasi politik yang tidak berpihak pada ilmu
filsafat yang mengakibatkan perkembangannya menjadi tertekan.[9]
Namun demikian Mir Damad mampu mendayagunakan kemampuannya untuk menyatukan
filsafat dengan kalangan umum dan penguasa politik melalui karyanya yang besar
tentang penciptaan, juga merupakan pencapaian yang luar biasa dizamannya.
Karena karya inilah mir Damad mendapat julukan pendamai antara teologi dan
filsafat.
Secara
intelektual Mir Damad meninggalkan warisan ilmiah dalam bentuk karya tulis
dengan jumlah cukup banyak, diantaranya. Al-Qabasat,
karya filsafat ini juga berkali-kali menjadi rujukan Mulla Shadra dalam kitab Al-Hikmah al-Muta’aliyyah. Kemudian dua
karya besar lainnya yaitu Sirath
al-Mustaqim dan Al-Ufuq al-Mubin.
Kemudian Imadat, Taqwim al-Imam, Khulaṣah
al-Malakutiyyah, Nibras al-Diya’, al-Sab’u al-Syidad, Jazawat, Tasyriq al-Haq,
dan Dawabih al-Rida’. Semua karya ini
membicarakan persoalan filsafat. Karya-karyanya dalam bidang fiqih antara lain,
Risalah Fi al-Jayb al-Zawiyyah, Risolehyi Fi al-Nahi al-Tasmiyyah, dan Al-Iqazat. Dalam bidang aqidah, karyanya
adalah Al-Rawasikh al-samawiyyah. Dalam
ilmu Rijal al-Hadis, karyanya adalah Syari’
al-Najah dan Al-A’dalat. Mir Damad
juga menulis syair-syair, antara lain Majma’Al-Fusasa
dan Afash kada.[10]
Mir Damad
meninggal dunia pada tahun 1631M. Dia meninggal akibat sakit yang dideritanya
dalam perjalanan menuju Karbala, Irak. Ia kemudian dimakamkan di Najaf.[11]
[1] Mir Damad, id.wikipedia.org/wiki/Mir_Damad,
diakses pada tanggal 15 Februari 2018
[2] Abbas I dari Persia, id.wikipedia.org/wiki/Abbas_I_dari_Persia,
diakses pada tanggal 26 Maret 2018.
[3] Kholid al-Walid, Perjalanan
Jiwa, hal 9.
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Isfahan,
diakses pada tanggal 15 Februari
2018
[5] Hasan Bakti Nasution, Mazhab
Paripatesis (Masy-sya’iy) dalam Filsafat Islam, hal 190
[6] Andrew J. Newman, Safavid Iran: Rebirth of a Persian Empire,
(New York: I.B. Tauris & Co Ltd, 2006) hal. 132-133
[7] Henry Corbin, L’homme de Lumiere Dans Le Soufisme Iranien,
edisi terjemah Bahasa Inggris, The Man of Light in Iranian
Sufism, (Colorado: Shambhala Publications, Inc., 1978) hal. 21-22
[8] Luqman Junaidi, Konsep Ilmu
Pengetahuan dalam Filsafat Iluminasi Suhrawardi, Tesis, Universitas
Indonesia, 2009, hal 3.
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/Mir_Damad, diakses pada tanggal 15
Februari 2018.
[10] http://eprints.walisongo.ac.id/1536/4/094111013_Skripsi_Bab3.pdf,
diakses pada tanggal 15 Februari 2018, hal 48.
[11] Ibid, diakses pada tanggal
15 Februari 2018
0 Response to "Mir Damad, Mistisme Guru Ketiga: Perdamaian Filsafat Dan Agama"
Posting Komentar