Nietzsche, Eksistensialisme (Ubermensch) Bag 3 - Ubermensch Dari Sudut Pandang Eksistensialisme
Sebelum kita membahas
lebih jauh tentang gagasan Nietzsche mengenai Ubermensch, maka ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang
Eksistensialisme. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia dan
keberadaannya bersama dengan ada ada yang lainnya dan ada-ada yang lainnya itu
menjadi berarti karena adanya manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan pula
bahwa eksistensi adalah manusia sadar akan dirinya, manusia berdiri sebagai
diri sendiri dengan keluar dari dirinya.
Ex Machina, Sumber: Superguide |
Ada beberapa ciri umum Filsafat Eksistensialisme yang
merupakan perumusan dari beberapa filusuf eksistensialis, yaitu: Motif pokok
adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah
yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian
ini ada pada manusia. Oleh karena itu bersifat humanistik.
Bereksistensi harus diartikan secara dinamis.
Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti
berbuat, menjadi, merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang
dari keadaannya.
Dalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai
terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk.
Pada hakekatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih kepada
sesamanya. Filsafat eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman
yang konkrit, pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini
berbeda-beda.[1]
Seperti diungkapkan diatas bahwa Ubermensch
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia, dimana manusia itu dapat
mengatasi kumpulan manusia dalam massa dengan menggunakan kekuatannya. Yang
menjadi tujuan utama adalah menjelmakan manusia yang lebih kuat, lebih cerdas
dan lebih berani, dan yang terpenting adalah bagaimana mengangkat dirinya dari
kehanyutan dalam massa. Yang dimaksud kehanyutan dalam massa disini adalah
manusia yang ingin mencapai Ubermensch haruslah mempunyai jati diri yang khas,
yang sesuai dengan dirinya, yang ditentukan oleh dirinya, tidak mengikuti orang
lain atau norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat atau massa pada
umumnya. Manusia harus berani menghadapi tantangan yang ada didepan mereka
dengan menggunakan keuatannya sendiri. Nietzsche pada kesempatan lain mengusulkan untuk dibentuk suatu seleksi untuk membentuk manusia atas atau
manusia unggul dengan cara eugenika.
Dia mengatakan bahwa manusia unggul baru dapat dicapai apabila ada perpaduan
yang harmonis antara kekuatan, kecerdasan dan kebanggaan.
Ubermensch, Sumber: atrocytees |
Dalam kesempatan lain Nietzsche mengungkapkan bahwa
persamaan hak atau atau persamaan antara bangasa serta asas demokrasi merupakan
suatu gejala bahwa masyarakat telah menjadi busuk. Tidak akan pernah ada
persamaan hak karena manusia mempunyai ciri-ciri yang unik yang individual, dan
manusia yang unggul ataupun bangsa yang unggul harus menguasai manusia atau
bangsa yang lemah, sehigga Nietzsche mendukung peperangan dan mengutuk
perdamaian. Perdamaian boleh terjadi tetapi untuk waktu yang tidak lama seperti
yang diungkapkannya dalam Also
Sprach Zarathustra, yaitu : ”Kau harus cinta perdamaian sebagai
alat untuk peperangan-peperangan baru dan masa damai yang singkat lebih baik
ketimbang yang panjang. Kepadamu tidak kuanjurkan kerja, melainkan perjaungan,
Kepadamu tidak kuanjurkan perdamaian, melainkan kemenangan. Jadikanlah karyamu
sebagai perjuangan. Jadikanlah perdamaian sebagai kemenanganmu. Orang bisa
tidak bersuara dan duduk diam saja kalau ia memiliki busur dan panah, kalau
tidak mereka niscaya membual dan cekcok saja”.[2]
Dari uraian disinilah terlihat bahwa Nietzsche sangat
mengagungkan konflik dan peperangan. Jadi Manusia atau bangsa harus dipimpin
oleh bangsa atau manusia yang unggul atau manusia atas, dan tidak akan pernah
ada kesamaan hak, karena doktrin kesamaan hak itu merupakan perlindungan bagi
golongan yang lemah agar tidak diserang atau dijajah oleh bangsa yang unggul
seperti semboyan yang terus diterikkan adalah laissezfaire pada masyarakat demokratis
dimana mereka merindukan kesamaan hak adalah sebenarnya orang-orang pengecut
belaka. Doktrin bangsa yang unggul adalah yang dipakai oleh Adolf Hitler dalam
Nazisme. Untuk mempertegasnya maka perlu diungkapkan apa yang telah diaktakan
Nietzsche dalam Also
Sprach Zarathustra yaitu,[3]
Sebab bagiku beginilah bunnyi keadilan : Manusia tidaklah
sama. Tidak pula merak akan menjadi sama.
Nietzsche mengatakan dalam Also Sprach Zarathustra, Jadilah manusia
atas, ibarat samudera luas yang tidak akan luntur karena harus menampung arus
sungai yang keruh. Manusia harus terus menerus malampaui dirinya sendiri,
terus menerus mencipta. Dan dilanjutkan dalam bagian lain dalam buku yang sama
yaitu : Sudah tiba waktunya bagi manusia untuk menentukan tujuan baginya
sendiri. Sudah tiba saatnya bagi manusia untuk menanam bibit harapannya yang
seunggul-unggulnya.[4]
Zarathustra seed, Sumber: theaeoneye |
Dari uraian Zarathustra diatas dapat diungkapkan bahwa
Nietzsche percaya bahwa manusia unggul selalu aktif dan kreatif yang tidak akan
pernah terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya, manusia selalu mempunyai ciri
khas tersendiri mempunyai nilai dan norma sendiri karena manusialah yang
menciptakan nilai dan norma tersebut. Manusia unggul harus meninggalkan apa
yang menjadi kepercayaan orang kebanyakan. Dan seperti telah diungkapkan diatas
bahwa manusia unggul baru akan terjadi apabila manusia itu dalam keadaan
menderita, karena untuk mejadi kreator diperlukan penderitaan dan banyak
perubahan.
Nietzsche menyatakan
bahwa hidup adalah kenikmatan yang harus dihayati sedalam-dalamnya. Dalam
Zarathustra sudah dikatakan juga bahwa manusia adalah unggul, asalkan ia mau
terus menerus menjulangkan gairahnya setinggi-tingginya. Untuk itu, manusia
harus bebas dari segala kekhawatiran dan rasa dosa. Ia harus cinta akan
kehidupan karena cinta kehidupan berarti sanggup menanggung kenyataan bahwa manusia
bukanlah sesuatu yang sudah selesai. Dari uraian diatas maka jelas merupakan
ungkapan eksistensialis yang mengungkapkan pentingnya manusia yang terus
berkarya, dan manusia selalu dinais dan suatu ada yang belum selesai.
Nietzsche terus mengungkapkan pentingnya keberanian yang
harus dimilki oleh manusia atas atau manusia unggul. Manusia unggul harus
berani menghadapi segala tantangan yang ada didepan, dan manusia harus berani
menderita guna mencapai tujuan hidupnya yaitu mencapai Ubermensch, bahkan keberanian
itu harus ditunjukkan dalam menghadapi maut dengan diungkapkannya semboyan Matilah
pada Waktunya, Kematian itu datangnya harus disambut seperti kita menyambut
kelahiran datau kebahagiaan.[5]
Bagaimanapun manusai terus berusaha untuk menjadi unggul
manusia juga harus terus menyadari bahwa manusai tidak akan mampu melampaui
batas-batas kemampuannya sendiri. Dalam Zarathustra juga diungkapkan suatu
ajaran Yunani Kuno yang berbunyi Kenalilah dirimu, dimana manusia harus mampu
menjadi saksi bagi dirinya sendiri dan atas dasar itu ia akan mampu pula
mendudukkan dirinya pada tempat yang sesuai. Dan dalam Zarathsutra Nietzsche
mengungkapkan. Jangan menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuanmu, melakukan
sesuatu yang melebihi kemampuan sendiri mengandung ciri kepalsuan yang
menjijikkan.
Ungkapan Nietzsche yang bisa menjadi renungan kita adalah
setiap orang mempunyai tempat sendiri dalam kehidupan ini, yaitu sesuai dengan
kemampuannya masing-masing (terlihat ada pengaruh dari Zen Buddhisme tentang
konsep Kekosongan atau ke-sunya-an).
Untuk menjadi Ubermensch manusia haruslah menyadari siapa
dirinya dan karenanya manusia juga harus mengetahuai bahwa manusia sebelumnya
adalah engkau dan ketika manusia telah sadar akan kemampuannya maka ia telah
menjadi aku. Aku lahir sebelum engkau. Dan sejah engkau lahir maka manusia
menjadi tak pasti, ia terus menerus membantuk dirinya seolah-olah menuju
kepastian dan kemantapan akan tetapi hal ini mustahil karena ketidak pastian
dan ketidakmantapan itulah. Namun karena dalam keadaan khaos yang dihayati
itulah, manusia menjadi kreatif serta bisa bercita-cita setinggi-tingginya, dan
oleh karena itu ia harus cinta akan kehidupan.
Nietzsche Ubermensch, Sumber: Velivada |
Jika manusia tidak mempunyai cita-cita atau keinginan
untuk menjadi unggul maka Nietzsche sangat jengkel pada mereka yang selalu
mgnharapkan belas kasihan orang lain karena mereka tidak mempunyai rasa malu
dan Nietzsche mengatakan bahwa menjengkelkan untuk memberi mereka sesuatu tetapi
menjengkelkan juga untuk tidak memberi mereka apa-apa.
Dan seperti telah diugkapkan diatas bahwa manusia
yangunggul adalah manusia yang mempunyai keberanian untuk memusnahkan
nilai-nilai lama, seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche dibawah ini : Siapa
pun yang hendak menjadi kreator dalam kebaikan dan keburukan, sesungguhnya, ia
lebih dahulu harus menjadi pemusnah dan pendobrak segala nilai.[6]
Jadi jelaslah bahwa seorang kreator harus berani
menyatakan apa yang menurutnya benar. Adakalanya kebenaran sungguh pahit untuk
dinyatakan. Akan tetapi, kebenaran harus diungkapkan sebab kebenaran tidak bisa
dipendam dan disembunyikan tanpa berbalik menjadi racun yang membinasakan. Orang
yang bijaksana niscaya tidak akan ingkar terhadap kebenaran serta sanggup
mengungkapkannya, sebab (menurut Nietzsche) Diam adalah lebih buruk, semua
kebenaran yang disembunyikan akan menjadi racun.[7]
Diakhir cerita Also
Sprach Zarathustra diungkapkan bahwa Nietzsche tidak menginginkan
penganut-penganutnya untuk terus mengikutinya, Ia menginginkan manusia mencari
jalannya sendiri, mencari jalan hidupnya sendiri. Bahkan Nietzsche menginginkan
untuk terus ditentang dan dilawan oleh para pengikutnya. Hal ini diungkapkan
dalam bukunya tersebut:[8]
Sekarang aku pergi sendiri, hai penganut-penganutku.
Dan ungkapan ini terus dipertegas dengan ungkapan lain
yang juga terdapat dalam bukunya yaitu: Tak sempurnalah seseorang membalas jasa
gurunya, bilamana ia terus menerus bertahan sebagai muridnya saja.
Dari uraian diatas terlihat lagi ada pengaruh dari Zen
Buddhisme yang mengungkapkan pelajaran itu baru dikatakan telah merasuk dalam
diri apabila telah melakukan kekosongan dan telah mengkosongkan pikirannya.
Jika masih ada pelajaran yang tercantum dalam pikiran maka pelajaran itu tidak
atau belum merasuk dalam diri. Demikian Nietzsche menerapkan setelah menerima
ujaran Zarathustra maka hilangkan ajaran itu dalam pikiranmu dan carilah
jalanmu sendiri, dan tempuhlah sehingga kita dapat membentuk jati diri sendiri.
Nihilism: Just plug in, Sumber: hyperboreans |
Nietzsche bisa disebut sebagai seorang nihilis karena ia
lebih dahulu menihilkan segala nilai lama dan mempermasalahkan segala nilai
yang telah mantap. Dan inilah yang dinamakan berfilsafat dengan palu, karena
dihancurkan semua yang telah lama dianut oleh masyarakat kemudian membentuk
nilai baru yang dipercaya oleh individu.
Tamat.
[1] Harun Hadiwijono, Sejarah
Filsafat Barat 2, Yogyakarta : Kanisuis, 1998, hlm: 149.
[3] Penyamarataan
(moral) manusia adalah ketidakadilan yang harus ditentang. “For, to me justice speaks
thus: ‘Men are not equal’ Nor shall they become equal.(Ibid, Fuad Hassan,
1999, hlm 63).
[4] Ibid, hlm 53
[5] Ibid, hlm 58
[6] Ibid, hlm 64
[7] Ibid, hlm 65
[8] Ibid.
0 Response to "Nietzsche, Eksistensialisme (Ubermensch) Bag 3 - Ubermensch Dari Sudut Pandang Eksistensialisme"
Posting Komentar