Nietzsche, Eksistensialisme (Ubermensch) Bag 2 - Tentang Ubermensch
"Saya bukan
seorang manusia, saya adalah sebuah dinamit!"
"Yang
penting bukanlah kehidupan kekal (das
ewige Leben), melainkan kekalnya 'yang menghidupkan' (die ewige Lebendigkeit)!"
"Tuhan
sudah mati"
Gagasan
utama dari Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa (Will to Power),
dimana salah satu cara untuk menunjukkah kehendak untuk berkuasa ini
diungkapkan melalui gagasannya tentang Ubermensch (Overman atau Superman).
Nietzschean perfection, Sumber : Fatehacker |
Ubermensch
merupakan suatu tujuan hidup manusai didunia ini agar mereka kerasan dan
gagasan tentang Ubermensch ini banyak diungkapkan dalam bukunya Also Sprach Zarathustra
dimana didalam buku tersebut diungkapkan :
(Also Sprach
Zarathustra)
Melihat dari segi bahasa Uber pada Ubermensch mempunyai
peran yang menentukan dalam membentuk seluruh makna Ubermensch, dimana kehendak
untuk berkuasa sebagai semangat untuk mengatasi atau motif-motif untuk
mengatasi diri.[1] Karenanya tepatlah
apabila Ubermensch diartikan sebagai manusia unggul atau manusia atas.
Ubermensch adalah cara manusia memberikan nilai pada
dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia,
sehingga Nietzsche tidak lagi percaya akan bentuk nilai adikodrati dari manusia
dan dunia, dan pemberian makna hanya dapat dicapai melalui Ubermensch.
Ubermensch merupakan suatu bentuk manusia yang yang menganggap dirinya sebagai
sumber nilai. Manusia yang telah mencapai Ubermensch ini adalah manusia yang
selalu mengatakan ’ya’ pada segala hal dan siap menghadapi tantangan, yang
mempunyai sikap selalu mengafirmasikan hidupnya dan tanpa itu Ubermensch tidak
mungkin akan tercipta. Jadi Ubermensch tidak pernah menyangkal ataupun gentar
dalam menghadapi berbagai dorongan hidupnya yang dasyat.
Nietzsche juga percaya bahwa dengan berhadapan dengan
konflik, maka manusia akan tertantang dan segala kemampuan yang dimilikinya
dapat keluar dengan sendirinya secara maksimal, maka tidak mengherankan apabila
Nietzsche sangat gemar seakali dengan kata-kata peperangan, konflik dan
sebagainya yang dapat membangkitkan semangat manusia untuk mempunyai kehendak
berkuasa.
Nietzsche percaya bahwa jalan manusia menuju Ubermensch
dan langkah meninggalkan status kebinatangannya selalu dalam keadaan bahaya dan
manusia adalah mahluk yang tidak ada henti-hentinya menyeberang atau
transisisonal. (Nietzsche mengatakan bahwa manusia kedudukannya berada
ditengah-tengah status kebinatangan dan Ubermensch).
Dalam Ubermensch yang dibutuhkan adalah kebebasan dan aku
ingin berkuasa dan yang menjadi ukuran keberhasilan adalah perasaan akan
bertambahnya kekuasaan. Namun demikian tetap saja Ubermensch hanya dapat
dicapai dengan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki manusia secara
individual, dan rumusan Ubermensch yang dirasakan tepat adalah yang diungkapkan
oleh Curt Friedlin yaitu, kemungkinan paling optimal bagi seseorang diwaktu
sekarang, dan bukanlah tingkat perkembangan yang berada jauh di depan yang hanya ditentukan secara rasional.[2]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebesaran manusia ini hanya dapat dialami oleh
orang yang mengarahkan dirinya pada Ãœbermensch, yaitu suatu kemungkinan
optimal seseorang berdasarkan potensialitas kemanusiannya atau dorongan
hidupnya.[3]
Ubermensch hanya dapat dicapai melalui kehendak untuk
berkuasa sehingga manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan mengatasi
masalahnya tanpa harus bergantung pada moral dan agama (agama merupakan faktor
penghambat) dan Ubermensch tidak mungkin dapat ditunjuk dengan jari. (Di sini
terlihat ada pengaruhnya dengan Zen Buddhisme). Dalam pembahasan Ubermensch, tidak mungkin tidak. Kita harus mengungkapkan juga moral dasar yang ada dalam manusia, yaitu moral budak dan moral tuan. Jika manusia ingin mencapai Ubermansch, maka ia harus mengarahkannya pada moral tuan.
Bersambung..
Baca juga:
0 Response to "Nietzsche, Eksistensialisme (Ubermensch) Bag 2 - Tentang Ubermensch"
Posting Komentar