Cinta Aramea
200.000 tahun yang lalu, Aku terbuang.
Dalath, merupakan desa dengan satu-satunya sungai yang berwarna kemerahan. Sungai itu mengaliri airnya keseluruh penjuru sawah desa. Menjadi sumber kehidupan bagi seluruh warga sekitar dan para musafir.
Dalath adalah desa penghubung antara hutan He dan Pegunungan Gamal, tidak ada jalan lain ketika harus mendaki ke pegunungan Gamal, Dalath harus dilewati.
Aramea tiba di Dalath sore itu. Sudah dua hari Ia pergi ke pegunungan Gamal yang mistis. Wanita paruh baya yang selalu terlihat murung dan tidak pernah berbicara semenjak Beth, putrinya menggantikan lembu sesembahan untuk para Iblis gunung Gamal.
Suaminya bernama Sadhe, Ia adalah ketua adat desa Dalath. Waktu itu, desa sedang dilanda wabah gelap. 8 tahun Dalath diselimuti wabah mengerikan. Lembu yang biasa dijadikan sesembahan oleh warga desa, tidak mampu menghalau wabah yang merubah satu-persatu warga perempuan desa menjadi gila dan mati. 18 warga telah dimakamkan di dekat sungai desa Dalath.
Aramea, mengatakan kepada suaminya.
“Kanda, lembu-lembu sudah tidak mampu mengenyangkan perut iblis laknat itu, setiap 7 tahun kita memberinya sesembahan, namun. Bencana ini tidak kunjung berhenti.”
“Apa maksudmu Aramea?” Tukas Sadhe.
“Aku akan pergi ke puncak Gamal.”
“Tidak, biar Aku dan pemuda-pemuda desa saja.”
Aramea menolak. “yang iblis itu inginkan adalah para wanita, tidak ada yang lain kecuali Aku yang harus kesana.”
Seluruh warga desa mengantarnya hingga ke kaki gunung Gamal, dan membuat tenda-tenda darurat untuk menunggu kembali kedatangan Aramea.
2 hari kemudian, seorang warga desa dengan tergesa-gesa mendatangi Sadhe dan berkata.
“Beth, hilang!!”
Belum sempat Sadhe beranjak untuk mencari Beth anaknya, Aramea datang dengan wajah sayu dan gemetaran. Dia tersenyum dan berkata “Sudah berakhir.”
Sudah 6 tahun berlalu semenjak wabah gelap itu melanda, 1 tahun lagi desa ini harus memberikan persembahan kepada iblis gunung Gamal. Pertanda kengerian sudah muncul di raut-raut wajah penduduk desa. Namun tidak bagi Aramea, kali ini ia menampakkan wajah yang berbeda. Ia seakan bahagia.
Pagi itu, Aramea bergegas pergi menuju gunung Gamal. Ia berjalan dengan wajah sumringah.
Sepulang dari gununga Gamal, Aramea bergegas menemui Sadhe. Dan untuk pertama kalinya selama 6 tahun, Aramea kembali berbicara.
“Suamiku, setelah persembahan tahun depan. Kita akan bebas selamanya.”
Sahde mengernyitkan dahinya kebingungan,
“Aku senang kamu sudah kembali seperti sedia kala Istriku, namun apa yang kamu katakan kali ini, aku sungguh tidak mengerti.”
Aramea tidak menjawab, Ia hanya tersenyum-senyum sendiri dan sesekali bersenandung.
Hingga pada saatnya persembahan tiba.
Aramea menyuruh Sadhe agar tidak usah mengiringinya untuk pergi ke gunung Gamal. Sadhe yang kebingungna dan ketakutan karena hingga saat itu masih belum memiliki sesembahan untuk para iblis gunung Gamal berkata kepada Aramea.
“siapa lagi yang nanti akan jadi korban, katakan kepadaku Aramea!”
“Tidak ada!!” jawab Aramea singkat.
Aramea dengan riang gembira pergi menuju gunung Gamal.
7 hari berlalu, Aramea tidak juga kembali ke desa, dan tidak ada pula warga desa lain yang menghilang. Hingga 1 bulan berlalu. Akhirnya Sadhe memutuskan menyusul Aramea ke puncak gununga Gamal.
Ditemani 18 pemuda desa, Sadhe berangkat ke puncak gunung Gamal, hendak menantang iblis penunggu gunung Gamal yang telah membawa anak dan istrinya. Sesampainya di puncak, Sadhe memasuki sebuah goa yang Ia yakini bahwa di situlah tempat iblis gunung itu bersemayam.
Tidak berapa lama menelusuri goa itu, Sadhe melihat ada cahaya yang merupakan pintu keluar goa. Kemudia Ia dan pemuda lainnya bergegas menuju pintu itu, hingga sesampainya di pintu itu Sadhe melihat Istri dan Anaknya sedang bersenda gurau.
Sadar akan kehadiran orang, Aramea berteriak lantang kepada suaminya dan kumpulan pemuda desa.
“Kalian lancang!!!”
Sambil mendekat, Sadhe yang kebingungan mengajak Anak dan Istrinya pulang ke desa.
“Aramea, mari kita pulang, sebelum iblis itu keluar”
“Kalian-lah iblis!” jawab Aramea. “Sadhe, kau laki-laki iblis. Kau membuat para wanita menjadi gila karena perbuatanmu, kami para wanita desa kau kurung dalam kebodohan, kau buat kami menjadi sapi perahan, lembu-lembu pekerja pemuas imajinasi kalian. Aku tidak akan rela Beth kau buat menjadi budak-budak kebodohan yang kalian selangkangi. Aku sudah tidak sudi menjadi wanita yang setiap saat bisa kau jilat-jilat kemudian kau ludahi dan kau injak-injak.”
Sadhe menjawab “Sudah kodrat kalian menjadi pembantu-pembantu kami. Kalian sudah semestinya menjadi budak-budak kami. Melayani kami, bahkan hingga kalian gila dan jatuh ke liang lahat!”
Mendengan jawaban tersebut, Aramea berkata “Maka bebaskan kami dengan cara yang kalian sukai”
Sadhe menghunuskan pedang lalu menusukkannya ke jantung Aramea beserta Beth.
Dalam sekaratnya Aramea berkata lirih “Aku bebas.”
Sumber :
Dalath, merupakan desa dengan satu-satunya sungai yang berwarna kemerahan. Sungai itu mengaliri airnya keseluruh penjuru sawah desa. Menjadi sumber kehidupan bagi seluruh warga sekitar dan para musafir.
Dalath adalah desa penghubung antara hutan He dan Pegunungan Gamal, tidak ada jalan lain ketika harus mendaki ke pegunungan Gamal, Dalath harus dilewati.
Aramea tiba di Dalath sore itu. Sudah dua hari Ia pergi ke pegunungan Gamal yang mistis. Wanita paruh baya yang selalu terlihat murung dan tidak pernah berbicara semenjak Beth, putrinya menggantikan lembu sesembahan untuk para Iblis gunung Gamal.
Gambar dirilis bebas dari hak cipta di bawah Creative Commons cc0 |
Aramea, mengatakan kepada suaminya.
“Kanda, lembu-lembu sudah tidak mampu mengenyangkan perut iblis laknat itu, setiap 7 tahun kita memberinya sesembahan, namun. Bencana ini tidak kunjung berhenti.”
“Apa maksudmu Aramea?” Tukas Sadhe.
“Aku akan pergi ke puncak Gamal.”
“Tidak, biar Aku dan pemuda-pemuda desa saja.”
Aramea menolak. “yang iblis itu inginkan adalah para wanita, tidak ada yang lain kecuali Aku yang harus kesana.”
Seluruh warga desa mengantarnya hingga ke kaki gunung Gamal, dan membuat tenda-tenda darurat untuk menunggu kembali kedatangan Aramea.
2 hari kemudian, seorang warga desa dengan tergesa-gesa mendatangi Sadhe dan berkata.
“Beth, hilang!!”
Belum sempat Sadhe beranjak untuk mencari Beth anaknya, Aramea datang dengan wajah sayu dan gemetaran. Dia tersenyum dan berkata “Sudah berakhir.”
***
Sudah 6 tahun berlalu semenjak wabah gelap itu melanda, 1 tahun lagi desa ini harus memberikan persembahan kepada iblis gunung Gamal. Pertanda kengerian sudah muncul di raut-raut wajah penduduk desa. Namun tidak bagi Aramea, kali ini ia menampakkan wajah yang berbeda. Ia seakan bahagia.
Pagi itu, Aramea bergegas pergi menuju gunung Gamal. Ia berjalan dengan wajah sumringah.
Sepulang dari gununga Gamal, Aramea bergegas menemui Sadhe. Dan untuk pertama kalinya selama 6 tahun, Aramea kembali berbicara.
“Suamiku, setelah persembahan tahun depan. Kita akan bebas selamanya.”
Sahde mengernyitkan dahinya kebingungan,
“Aku senang kamu sudah kembali seperti sedia kala Istriku, namun apa yang kamu katakan kali ini, aku sungguh tidak mengerti.”
Aramea tidak menjawab, Ia hanya tersenyum-senyum sendiri dan sesekali bersenandung.
Hingga pada saatnya persembahan tiba.
Aramea menyuruh Sadhe agar tidak usah mengiringinya untuk pergi ke gunung Gamal. Sadhe yang kebingungna dan ketakutan karena hingga saat itu masih belum memiliki sesembahan untuk para iblis gunung Gamal berkata kepada Aramea.
“siapa lagi yang nanti akan jadi korban, katakan kepadaku Aramea!”
“Tidak ada!!” jawab Aramea singkat.
Aramea dengan riang gembira pergi menuju gunung Gamal.
7 hari berlalu, Aramea tidak juga kembali ke desa, dan tidak ada pula warga desa lain yang menghilang. Hingga 1 bulan berlalu. Akhirnya Sadhe memutuskan menyusul Aramea ke puncak gununga Gamal.
Ditemani 18 pemuda desa, Sadhe berangkat ke puncak gunung Gamal, hendak menantang iblis penunggu gunung Gamal yang telah membawa anak dan istrinya. Sesampainya di puncak, Sadhe memasuki sebuah goa yang Ia yakini bahwa di situlah tempat iblis gunung itu bersemayam.
Tidak berapa lama menelusuri goa itu, Sadhe melihat ada cahaya yang merupakan pintu keluar goa. Kemudia Ia dan pemuda lainnya bergegas menuju pintu itu, hingga sesampainya di pintu itu Sadhe melihat Istri dan Anaknya sedang bersenda gurau.
Sadar akan kehadiran orang, Aramea berteriak lantang kepada suaminya dan kumpulan pemuda desa.
“Kalian lancang!!!”
Sambil mendekat, Sadhe yang kebingungan mengajak Anak dan Istrinya pulang ke desa.
“Aramea, mari kita pulang, sebelum iblis itu keluar”
“Kalian-lah iblis!” jawab Aramea. “Sadhe, kau laki-laki iblis. Kau membuat para wanita menjadi gila karena perbuatanmu, kami para wanita desa kau kurung dalam kebodohan, kau buat kami menjadi sapi perahan, lembu-lembu pekerja pemuas imajinasi kalian. Aku tidak akan rela Beth kau buat menjadi budak-budak kebodohan yang kalian selangkangi. Aku sudah tidak sudi menjadi wanita yang setiap saat bisa kau jilat-jilat kemudian kau ludahi dan kau injak-injak.”
Sadhe menjawab “Sudah kodrat kalian menjadi pembantu-pembantu kami. Kalian sudah semestinya menjadi budak-budak kami. Melayani kami, bahkan hingga kalian gila dan jatuh ke liang lahat!”
Mendengan jawaban tersebut, Aramea berkata “Maka bebaskan kami dengan cara yang kalian sukai”
Sadhe menghunuskan pedang lalu menusukkannya ke jantung Aramea beserta Beth.
Dalam sekaratnya Aramea berkata lirih “Aku bebas.”
Sumber :
0 Response to "Cinta Aramea"
Posting Komentar