Privatisasi Agama dalam Masyarakat Kapitalistik (Bag 8) - Sekularisasi Sebagai Dampak Privatisasi



Sekularisasi mengesankan suatu kekosongan moral, karena masyarakat tidak lagi memiliki basis motivasi kehidupan. Manusia modern tidak sampai 'membunuh Tuhan,' akan tetapi mereka telah menciptakan dewa-dewa yang sebenarnya tidak memiliki kekuatan, baik secara individual maupun kolektif.



Pluralitas penampilan agama menunjukkan adanya penyesuaian atau kontekstualisasi nilai-nilai profan agama terhadap kebutuhan individu atau kelompok. Di dalam masyarakat modern individu semakin sadar bahwa ada orang lain yang tidak mempercayai sesuatu yang telah dipercayainya. Individu atau kelompok tertentu menyadari bahwa ada orang lain yang menganut sistem nilai, tata makna dan keyakinan yang berbeda. Efek-efek rasionalisasi telah menumbuhkan kesadaran toleransi, sehingga perbedaan-perbedaan dapat diterima sebagai kecenderungan intrinsik bagi masyarakat modern (Wilson, 1988 :185).
Secularism, Sumber: iheu
Masyarakat modern adalah masyarakat yang terspesialisasi dalam berbagai bidang kehidupan. Individu terbentuk sebagai unit profesional dan meyakini sistem nilai yang sesuai  dengan bidangnya. Agama atau tradisi yang sebelumnya telah memiliki sistem nilai yang mapan ditinjau kembali dan dikontekstualisasikan  sesuai dengan kebutuhan  masing-masing penganutnya. Bermacam-macam variasi kebutuhan terhadap agama secara tidak langsung telah melemahkan genggaman agama terhadap masyarakat secara keseluruhan. Agama tidak lagi identik dengan keselamatan akherat, tetapi lebih menguat dalam kehidupan riel yang terpilah-pilah sebagai wilayah ekonomi, politik dan sosial budaya. Keadaan agama yang telah terreduksi ke dalam wilayah-wilayah kehidupan praktis tersebut dikenal sebagai 'sekularisasi' (Pardoyo, 1993 : 19).

Penguatan agama dalam wilayah privat (privat sphere) dapat dipandang positif, karena merupakan suatu bentuk rekayasa sosial dalam rangka penyesuaian terhadap zaman modern. Di dalam konteks ini, sekularisasi merupakan proyek kontekstualisasi teologi terhadap kebutuhan modern. Sekularisasi bermakna positif, ketika doktrin interpretatif yang telah mapan disesuaikan dengan pandangan ilmiah yang menjadi dasar teknologi dan ekonomi modern. Logika tersebut dapat berbalik jika sekularisasi dianggap sebagai produk kapitalisme. Akan tetapi penguatan agama dalam wilayah privat merupakan solusi cukup rasional untuk mengatasi krisis agama. 

Agama tetap memiliki makna transendental, walaupun ditempatkan sebagai urusan pribadi.  Sebaliknya, sekularisasi bersifat negatif ketika nilai-nilai agama telah lenyap secara sosial maupun privat. Hilangnya iman dan daya tarik ritual merupakan erosi  keagamaan. Tuhan memang tidak dinafikan, seperti kecenderungan masyarakat pada kurun waktu 1960. Tuhan tetap diakui keberadaan-Nya, akan tetapi secara bersama-sama, iblis (evil) semakin diakui pula. Masyarakat modern mencintai Tuhan, tetapi telah kehilangan rasa takut terhadap Tuhan (Beyer, 1991 : 380).

Sekularisasi dalam konteks yang mengesankan kekosongan moral, dapat menjadi estetisasi iblis. Iblis tidak dianggap sebagai musuh yang harus dilawan, melainkan telah menjadi pelengkap kehidupan. Iblis tidak lagi hadir dalam wujud yang menyeramkan dan identik dengan kegelapan, melainkan telah menemukan wajah baru yang lebih sopan, modis dan menyenangkan.

Nilai-nilai keramat agama secara perlahan-lahan dihapus dan dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Manusia merasa bebas menentukan perubahan dan secara sadar menerapkan pandangan-pandangannya dalam kehidupan. Manusia menikmati kehidupan dan kemajuan sebagai prestasi yang terlepas dari anugerah Tuhan. Jika ditelusuri lebih jauh, sekuarisasi ini akan berubah menjadi paham atau ideologi (sekularisme) dan melahirkan kekuatan tandingan sebagai fundamentalisme agama.

Bersambung..
Baca juga:

Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Privatisasi Agama dalam Masyarakat Kapitalistik (Bag 8) - Sekularisasi Sebagai Dampak Privatisasi"

Posting Komentar