Daulat Tuhan, Perbandingan Filsafat Politik Islam al-Farabi dan Ayatullah Khomeini (Bag 5) - Ayatullah Khomeini
Pemimpin besar Revolusi
Islam Iran ini, dilahirkan di kota Khomein, 24 Oktober 1920. Tidak dapat
ditolak jika, ia adalah seorang yang mampu membawa Islam sebagai alternatif
pandangan dunia dan sistem kemasyarakatan.
Terlepas dari pro/kontra pemikiran
teori politiknya, Khomenei masuk ke dalam jajaran tokoh-tokoh dunia yang mampu
menurunkan gagasan epistemologis ke dalam ideologi dan merealisasikannya ke
dalam gerakan. Tidak banyak orang yang mampu melakukannya, terutama dalam
memunculkan alternatif tandingan terhadap hegemoni barat. Ada beberapa latar
belakang yang membuatnya menawarkan Islam sebagai alternatif sistem
pemerintahan.Mural at Martyr's Mosque, Sumber: Demented traveller |
Pertama adalah tradisi keagamaan
Syiah yang dianut oleh sebagian besar warga Persia-Iran dan Arab-Irak. Sedikit
berbeda dengan Sunni, dalam madhzab syiah, masalah kepemimpinan (imamah) adalah
bagian dari rukun Iman. Orang Syiah meyakini jika Nabi Muhammad menunjuk washi
(penerus kepemimpinan) kepada Ali bin Abi Thalib, dan mustahi ia tidak menunjuk
penggantinya sebagaimana yang disepakati oleh ulama Sunni. Kedua: Adanya
tradisi matrhidrom (syahid) dalam mengenang kematian Husein r.a cucu Muhammad
S.A.W yang dibantai di Karbala oleh Yadzid bin Muawiyah bin Abu Sofyan. Sampai
sekarang orang Syiah menganggap pengkhianatan Yadzid adalah dosa sejarah
terhadap Islam, oleh karenanya hak kepemimpinan harus dikembalikan kepada para
washi yaitu Imam-imam.
Ketika para washi/penerus ini tidak ada, dengan ghaibnya
washi ke-12 (Imam Mahdi) maka para fuqahalah yang menjadi rujukan urusan agama
dan negara. Ketiga: Adanya tradisi taqiyah (atau menyembunyikan
identitas dan pemikiran) ketika berhadapan dengan pemerintahan yang dzalim. Taqiyah
adalah politik dalam bentuk lain yang difahami Syiah. Keempat :
Adalah hal yang paling penting, yaitu adanya tradisi filsafat dalam literatur
islam klasiknya. Orang Syiah menganggap ajaran-ajaran hikmat merupakan
syarat-syarat kelengkapan seorang faqih.
Masalah filsafat hingga politik dengan
sendirinya menjadi kajian-kajian dalam diskusi-diskusi agama dalam madzhab
Syiah. Lebih jauh politik adalah syarat dari berlakunya hukum-hukum tuhan di
dunia, dan hukum-hukum tuhan adalah syarat dari perbuatan politik. Dengan
sendirinya Syiah di bawah Khomeini menjadikan politik sebagai bagian dari
gerakan keagamaan untuk menegakkan kedaulatan Tuhan di dunia[1] Dengan demikian ada persamaan krusial antara
Khomeini dan Al Farabi yang mengatakan jika masyarakat membutuhkan negara dan
kelengkapan lembaga Hikmah dan lembaga syuro (kebijaksanaan Transendetal) untuk
dapat membawa masyarakat kepada keutamaan dengan mengimplementasikan
hukum-hukum Tuhan.
Tamat.
[1] Menarik membaca strips
news Metro TV, ketika membahas Invasi atas Irak. Redaktur menulis : Mufti
(ulama besar) Masjidil Haram Mekkah meminta pemerintah Arab Saudi melarang
ulama yang memperbincangan politik di Irak”. Dimana pada saat yang sama
Mufti/Marja Syiah di Najaf mendeklarasikan perlawanan terhadap Saddam dan AS.
0 Response to "Daulat Tuhan, Perbandingan Filsafat Politik Islam al-Farabi dan Ayatullah Khomeini (Bag 5) - Ayatullah Khomeini"
Posting Komentar