Cantik, Industri Dilema

Begitu tidak netralnya tubuh perempuan, sebab untuk mendefinisikan ‘kecantikan’, mereka harus mengonfirmasi gagasan mengenai ‘cantik’ dengan imajinasi laki-laki.
Untuk menjadi cantik, perempuan sepenuhnya takzim, dan patuh pada imajinasi laki-laki.

Oleh: D. Iqbal Christian

Penuhilah tuntutan kecantikan dengan standar kami, mintalah uang sebanyak mungkin pada lelakimu. Agar engkau cantik hingga memuaskan imaji lelakimu itu. Karena cantik itu mahal, dan layak ditebus dengan uangmu.
Harem beauty. Foto : wikimedia
Media mentransformasi identitas dengan bertolak dari fashion. Invasi kapitalisme secara masif menyerang mindset berfikir dengan cara mepengaruhi ‘selera fashion’ seseorang, atau lazimnya disebut dengan trend. Kreatifitas maupun hasrat sebagai representasi paling menyenangkan, dituangkan kedalam konsep fashion. Dengan fashion, individu mampu menampilkan sisi lain dari dirinya sendiri, serta memanipulasi kondisi sosialnya. Bahkan menganggap sisi lain inilah yang merupakan identitas diri sebenarnya. Tidak heran bila hal tersebut terjadi, sebab seperti dikatakan sebelumnya, fashion merubah mindset berpikir kita.

Kemudian apakah kita harus menutup mata dari perkembangan zaman?

Pada era perang dunia pertama, fashion mulai bertransformasi. Wanita sudah tidak lagi dituntut untuk menggunakan korset untuk pertama kalinya (watson, 2004. hlm. 155). Sebetulnya, high fashion cenderung ditujukan kepada masyarakat kelas atas, kemudian pada era ini mulailah dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat dengan jargon “flapper girl 20’s”. Flapper merupakan sebutan untuk anak remaja modern, menolak gaya victorian kaku dan merubahnya menjadi modern dan menarik.

Hal ini kemudian membangun karakteristik flapper style, yang berdampak pada perubahan sosial. Kemudian mulailah pembentukan citraan bahwa dengan fashion, seseorang mampu berperan dan mengekspresikan dirinya.

Pada tahun 1929, barang-barang termasuk pakaian dibuat dengan jumlah yang sangat besar. Hal tersebut terjadi karena keterpurukan ekonomi Amerika.[1] produksi yang besar-besaran itu menimbulkan penggunaan bahan sintetis yang mudah untuk dicuci. Hal ini dapat diterima oleh masyarakat sebab, pada saat itu, televisi merupakan hiburan yang paling populer. Tidak heran, bahkan hingga saat ini keglamoran industri film yang diwakili oleh penampilan bintang film, menginspirasi sejumlah model busana dan menjadi icon untuk ditiru.

Pada saat ini, keindahan yang ditawarkan fashion mampu menarik manusia dari keterasingan dirinya. Justru di tengah peradaban yang semakin rumit, fashion menemukan ruang-ruang ekspresinya untuk membuat hidup semakin bermakna. Fashion menawarkan pembebasan di tengah himpitan kerja dan tanggung jawab kehidupan. Ia memberikan warna ketika dunia terasa buta dan hampa.
The women eith jewelry. Foto : pictorem

Kita tidak mungkin menutup mata akan perkembangan zaman. Perlulah untuk diperhatikan bahwa fashion juga merupakan tanggung jawab (Svendsen, 2004). Manusia diminta untuk memikirkan apa yang akan ditampilkan kedepan masyarakat sosial. Ia tidak lagi bisa secara sembarangan menentukan apa yang mesti digunakan, sebab Ia diminta bertanggung jawab atas figur dirinya dimasyarakat.

Fashion menawarkan makna, tetapi sesungguhnya tawaran itu hanyalah suatu kepura-puraan, yang sebenarnya terjadi justru fashion memecah makna, dan menjadikannya sementara. Fashion merupakan simbol dari keterpecahan subjek yang jelas, menjadi ciri manusia kontemporer dewasa ini. (svendsen, 2004)

Fashion menyuguhkan kebaruan. Namun hanyalah kebaruan yang semu belaka. Sungguh tidak ada yang baru, yang ada hanya reproduksi ulang. Proses yang disebut kreatif hanya terletak pada proses reproduksi yang selalu berlangsung tanpa titik.

Fashion merupakan dilema, adalah ekspresi dilematis yang dihadapi sejak awal abad ke-20.
Dilema yang tidak mesti diratapi, tetapi perlu dirayakan dengan ngopi dan gelak tawa.
Sebab Fashion merupakan industri dilema.

Sumber :  

______________________________________
1. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20160908-RB16I300f-Fashion%20sebagai.pdf, diakses pada tanggal 22 Februari 2018. hlm 12

Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Cantik, Industri Dilema"

Posting Komentar