Misi Sakral - Membebaskan Tuhan Dari Penjara

Aku melihat dari kejauhan samar-samar tuhan terlihat sedang menangis, terduduk dengan muka sendu kelabu, kasihan juga dia. Hidup dari balik penjara sudah begitu lama ia jalani, sekalipun tidak boleh keluar untuk sekedar menghirup udara segar kebebasan. Penjara itu terbuat dari emas, berumbai-rumbai hiasan permata dan berlian, di sana-sini bertaburan hiasan dengan tulisan berbahasa Arab, Sanskerta, Pali, Ibrani, Parsi, dan berbagai tulisan dari seluruh penjuru dunia.
Photography Art Sad Cool Home, Sumber: rebloggy
Aku dari sini hanya bisa melihat dari kejauhan, sekedar curi lirik mata, karena penjagaan penjara yang begitu ketat. Berbagai macam orang menjaga penjara tersebut, di ujung, aku melihat seorang berjubah putih dengan salib di dadanya, kemudian di sampingnya ada seorang dengan swastika dan garis putih dikeningnya, tidak kalah seramnya, diseberang ada seorang bersurban memegang pedang dengan tulisan "Lailahaillallah".

Berbagai macam pula tanda-tanda di sekujur tubuh mereka, ada yang menggunakan jas FPI, MUI, Wahabi, Klu Klux Klan, Barathiya Janatha, Kach Kahane Chai, dan tak ketinggalan pula Advent dan Mormon. Wajah-wajah mereka tampak begitu seram, aku sendiri pun tak berani menatapnya. Aku mendengar bahwa siapa saja yang berani mendekati tuhan tanpa izin mereka, akan dilibas habis. Karuan saja, orang-orang pada takut bukan main. Persenjataan mereka begitu lengkap, mulai dari yang sederhana hingga detonator senjata kimia.

Tapi bukan aku namanya kalau tidak berani mendekati penjagaan seketat itu, Diam-diam aku berusaha mengadakan hubungan dengan tuhan. Awalnya sangat sulit, membuat aku pusing kepala memikirkan bagai mana caranya dapat bertemu tuhan. Namun setelah berpikir panjang, akhirnya kutemukan caranya, aku berpura-pura menawarkan makanan ransum buat para penjaga itu. Awalnya mereka curiga, diselidikinya aku dengan mata tajam seluruh tubuhku, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sesudah puas memelototi dan menilai, kemudian mereka pun menggeledah, tidak puas sampai di situ itu, isi dompetkupun di geledah, pesan-pesan medsos di hp-ku juga dibaca satu- persatu dengan teliti.

Melalui proses yang lama itu akhirnya mereka setuju untuk membeli makanan ransum yang kubuat, dengan persyaratan ketat, sebelum mereka bersedia memakannya, makanan itu harus dicoba dulu olehku, dan kemudian oleh beberapa binatang yang sengaja dipelihara untuk mencoba makanan itu. Keamanan berlapis semacam itu memang sengaja diciptakan oleh mereka. Bahkan saking ketatnya, tidak ada satu patah katapun dari tuhan yang boleh keluar tanpa melalui mulut mereka terlebih dahulu.

Suatu ketika aku berkesempatan mendekati tuhan ketika mereka semua sedang istirahat makan siang. Setelah kulihat kanan kiri, aku langsung melesat mendekati penjara tuhan.

" Sssst, tuhan, apa kabarmu?" tuhan hanya menggeleng sambil menghapus air matanya. Kelihatan dia ingin mengatakan sesuatu tetapi suara tidak keluar dari kerongkongannya.

"Eh tuhan, apa yang kau inginkan, mungkin aku bisa membantumu?" kembali tuhan menggeleng, wah payah sekali ini.

"Ngomong dong, mumpung gak ada orang nih" tuhan menggeleng lagi. Mungkin karena terlalu lama ia tidak berkomunikasi sama sekali, tuhan ternyata sudah bisu. Wah, aku jadi pusing tujuh keliling. Akhirnya aku berinisiatif memberikan pulpen dan kertas.

"Tulis apapun yang kau inginkan" Setelah menunggu beberapa detik dengan cemas, tuhan kemudian menyelesaikan tulisannya. Kertas itu ia lipan kemudian diserahkannya kepadaku. Aku segera pergi dengan sangat tergesa agar tidak ada penjaga yang tahu. Sudah tak sabar rasanya aku ingin segera ke rumah, penasaran sekali apa yang telah dituliskan tuhan di kertas itu.

Di sepanjang jalan, sangking tak sabarnya, aku segera membuka lipatan kertas itu. Aku begitu kaget membaca isinya.

"Bebaskan aku, sekarang atau seluruh bumi akan menyesal" Berulang-ulang aku membaca kalimat itu, "bebaskan aku", aku jelas mengerti, tapi yang mebuatku bingung adalah kalimat "sekarang atau seluruh bumi akan menyesal". Tentu saja tidak gampang membebaskannya dari penjara itu, dia sendiri pasti tahu itu. Tapi nada kalimatnya mengancam. Kalau tidak maka akan terjadi sesuatu yang besar sepertinya. Lagian dia memberinya kepadaku, apalah arti seorang aku ini jika dikasih tugas seberat itu. Membebaskan tuhan dari penjara, terdengar aneh dan seram, apalagi tugas itu dibebankan kepadaku. Disisi lain aku merasa gembira, karena itu adalah tugas mulia.

Malamnya aku jadi tidak bisa tidur, tidak bisa memejamkan mata barang sedikit. Jelas tugas ku ini sangat berat, taruhannya nyawa. Manusia-manusia yang menjaga penjara itu memang manusia kolot yang merasa benar sendiri tanpa bisa melihat bahwa kebenaran itu relatif.

Apapun alasanku untuk mendekati tuhan pasti akan dibantai oleh dogma-dogma kaku yang mereka anut. Bagi mereka kebenaran itu final, dan celakanya lagi kebenaran tuhanpun telah disamakan dengan kebenaran manusia. Semakin berat lagi tugasku ini, karena yang menjaga tidak sedikit, dengan persenjataan lengkap. Sepanjang malam selain berpikir keras untuk menemukan cara membebaskan tuhan, aku juga berharap agar tuhan tidak benar-benar serius dengan ancaman yang ia tulis. Aku tahu dia marah melihat manusia-mmanusia itu, tapi dia kan pengasih dan penyayang, mustinya dia mengasihani mereka yang mungkin saja belum terbuka hati dan pikirannya. Manusia-manusia yang belum bisa mengalahkan nafsunya, manusia-manusia yang mencampur adukkan kebinatangan dan ketuhanan.

Sebenarnya apa pula peduliku mau membebaskan tuhan, toh aku sudah hidup dengan tenang walaupun dia terkurung di sana. Tapi rasa kasihanku mungkin masih lebih besar daripada rasa ketidakpedulianku. Terpenjaranya tuhan mempunyai akibat yang tidak sedikit, mulai dari gontok-gontokanan, adu jotos, kalau perlu perang, yang ujung-ujungnya penderitaan dan hancurnya peradaban. Jadi aku berkesimpulan bahwa membebaskan tuhan aku anggap perlu, agar dunia ini lebih damai, indah, dan nyaman ditinggali. Tapi sekali lagi bukan karena aku peduli sama tuhan, tapi karena aku kasihan sama dia.

Pagi harinya, sebelum ayam berkokok, aku sudah sibuk mempersiapkan beberapa alat yang kupikir akan mampu mengecoh para penjaga itu. Niatku sudah kuat dan mantap, dengan resiko apapun yang nanti akan terjadi, aku akan berusaha mencoba membebaskan tuhan. Kusiapkan gergaji, pisau, tali, dan juga palu yang rencananya akan kugunakan untuk membuka pintu penjara, sedangkan untuk mengecoh penjaga itu, aku sudah menyiapkan bom asap, yang hanya akan membuat mereka pingsan saja. Aku akan mencoba menghindari kekerasan sejauh mungkin, karena jika tidak, maka aku sama saja dengan mereka, suka adu otot bukan adu otak. Jam tiga malam ketika penjagaan sedang lengang, dengan sedikit tutup muka untuk menyembunyikan wajah tampanku, aku berjalan dengan degub jantung yang kencang menuju penjara tuhan. Jika aku mati karena misi ini, aku anggap itu sebagai baktiku untuk mewujudkan rahmatallil alamin, rahmat bagi semesta. Dan jika aku terluka, aku harap darahku adalah saksi bahwa hidup ini memang tidak mudah, perjuangan tiada akhir.

Jalan setapak masih kosong, orang-orang terlelap tidur. Dingin menyanyikan kidungnya diiringi oleh dewi malam, tapi kutegapkan langkahku. Jarak yang tidak terlalu jauh dari rumahku ke penjara tuhan menjadi serasa jarak antar galaksi. Hanya bayangan akan senyum anak-anak kecil dan ibu-ibu tua yang bahagia dalam damai yang menghangatkanku.

Rembulan tidak menampakkan diri, mungkin ia takut menjadi saksi peradaban yang sebentar lagi akan ku toreh. Dari kejauhan tampak lampu hingar dari penjara, aku sengaja mengambil pintu dari arah samping. Aku ingin memadamkan sistem listrik seluruh penjara itu dulu, dan setelahnya baru kulempar bom asap. Ternyata memang sepi di samping penjara, segera aku menyelusup ke sistem pusat listrik itu. Kutaruh bom waktu kecil dan secepat kilat kutinggalkan lagi. Aku segera bersembunyi di rimbun semak-semak di depan penjara, setelah kurasa waktunya tepat , kupakai masker dan kuledakkan bom itu.

Sebentar saja, seluruh penjara menjadi gelap, aku segera berlari sekencang-kencangnya menuju pintu depan penjara. Kulemparkan bom asap yang kusiapkan, beberapa waktu terdengar suara gedebag-gedebug, sesudah itu sunyi senyap. Setelah kurasa aman, kunyalakan senter yang sudah ku siapkan. Aku menuju pojok ruangan dimana sistem keamanan penjara dikendalikan. Kucari sebentar di situ, dan dengan mudah kutemukan kunci utama penjara yang kecil panjang itu. Aku sudah mencari tahu letak kunci itu sejak lama, jadi tak terlalu sulit menemukannya.

Begitu mendapatkan kunci yang ku cari, sebuah kunci yang bertuliskan ayat-ayat dari kitab suci, aku mengendap-endap  menuju penjara tuhan. Kembali lagi aku terbayang tangis tuhan di dalam penjara itu. Penjara yang mewah namun merupakan bukti peradaban narsis.

Asap masih mengepul, sepanjang lorong tergeletak tubuh beberapa penjaga penjara yang sedang pingsan oleh asap yang kutebar. Aku sudah tersenyum-senyum sendiri, wah senang sekali bisa membebaskan tuhan dari penjara. Penjara yang sudah seumur dengan peradaban dunia, penjara yang telah diciptakan oleh nenek moyang dan diteruskan sampai sekarang.

Semakin dekat, semakin hatiku berbunga-bunga. Kutepis asap perlahan-lahan untuk mempertajam pandanganku. Hah!! penjara itu sudah kosong, tuhan telah membebaskan dirinya sendiri. Hanya kutemukan tulisan tuhan di dinding penjara.

"Pembebasan tuhan memang perlu, tapi pembebasan manusia lebih perlu lagi"

_______________
Penggubahan Membebaskan Tuhan dari Penjara.


Subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari kami:

0 Response to "Misi Sakral - Membebaskan Tuhan Dari Penjara"

Posting Komentar